RESENSI BUKU

March 1, 2009 at 8:17 am (Uncategorized)

Tugas Bahasa Indonesia–6 Maret 2009

MISTERI BILANGAN FU

Oleh : Ricky Kristanda Suwignjo (XI D-33)

Judul Buku : Bilangan Fu
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit : 2008
Halaman : 531

Novel ini mengangkat tema spritiualisme kritis yang menceritakan suatu perdebatan yang berkaitan dengan hal spiritual seperti mistis, takhayul, sesajen dan juga kehidupan monoteisme. Novel ini termasuk ke dalam kategori novel fiksi misteri. Dalam alur ceritanya, kita dapat melihat bahwa novel ini menggunakan latar cerita pada masa pemerintahan Orde Baru dan terjadi di Pulau Jawa. Unsur modernisme, militerisme, dan monoteisme yang dibahas dalam novel ini merupakan unsur-unsur kehidupan yang mendominasi masyarakat pada masa itu khususnya masyarakat Jawa.

Dalam novel ini ada 2 tokoh utama yaitu Yuda dan Parang Jati yang memiliki perbedaan prinsip dan latar belakang. Yuda, seorang pemanjat tebing dan petaruh yang mengedepankan rasionalitas, modernisme, dan tidak percaya pada takhayul dan membenci televisi. Sebaliknya Parang Jati menganggap manusia modern itu sombong dan tidak menghargai alam. Parang Jati sangat menghargai alam dan juga menghargai berbagai tradisi seperti sesajen, takhayul dan hal-hal gaib dan mistis yang lain. Selain kedua tokoh utama yaitu Yuda dan Parang Jati, ada pula Marja yang adalah kekasih Yuda. Mereka bertiga digambarkan sebagai tiga partikel dalam dalam sebuah atom yaitu O3 (ozon). Meskipun dalam sampul belakang novel disebutkan adanya cinta segitiga di antara ketiga tokoh itu, tidak ada uraian jelas bahwa Marja berselingkuh dengan Parang Jati. Yang ada adalah perasaan tulus saling mengagumi di antara mereka bertiga.

Dalam novel ini diceritakan bagaimana Yuda mendapat mimpi mengenai suatu bilangan misterius yang memiliki bentuk menyerupai obat nyamuk bakar, melingkar keluar yang disebut sebagai bilangan hu ketika ia tertidur ketika ia memanjat di Watugunung. Selanjutnya diceritakan pula bagaimana proses pencaritahuan Yuda akan bilangan misterius ini. Dan juga bagaimana terjadinya pertentangan antara dua orang sahabat yang memiliki pandangan yang bertolak belakang satu dengan yang lain ini.

Untuk mendukung cerita ini, penulis novel menghadirkan debat-debat antara Yuda dan Parang Jati serta penduduk setempat dan berbagai peristiwa lain yang menunjukkan perbedaan pendapat di antara keduanya. Nuansa yang dihadirkan dalam cerita novel ini adalah nuansa spiritual Jawa yang begitu kental,seperti adanya sesajen untuk Nyi Roro Kidul, upacara Bekakak dan juga banyak disinggung mengenai sejarah Babad Tanah Jawi. Hal ini membuat nuansa mistis dan spiritual itu semakin kental dalam cerita tersebut.

Pesan moral yang diangkat dalam cerita ini adalah pesan moral yang mampu menyadarkan orang bahwa seiring dengan perkembangan zaman yang modern ini, orang semakin tidak peduli dengan alam. Pada zaman dulu, alam begitu dihormati. Orang menjaga kelestarian alam. Namun sekarang, orang sudah tidak percaya dengan hal-hal gaib sehingga sudah tidak ada lagi rasa takut orang modern pada “kuasa alam”. Orang tidak peduli dengan keadaan alamnya. Hal ini sangat sesuai dengan keadaan saat ini di mana alam semakin rusak akibat ulah manusia yang tidak menghormati alam.

Kelebihan lain yang dimiliki novel ini adalah faktor kepengarangannya di mana pengarang mampu membawa pembaca dengan mudah membayangkan situasi dan juga sosok yang diceritakan dalam novel ini. Seperti bagaimana pengarang menggambarkan manusia-manusia aneh yang diceritakan menjadi bagian dari kelompok Saduki Klan di mana Parang Jati adalah salah satu di antaranya.

Karena isinya yang cukup berat dan jumlah halamannya yang cukup banyak, dalam membacanya dibutuhkan suatu pemikiran untuk mencernanya. Hal ini juga disebabkan oleh pemakaian bahasa yang tidak populer membuat orang yang jarang membaca novel sastra akan mengalami kesulitan dalam memahaminya. Terdapat pula beberapa istilah dalam cerita ini yang jarang digunakan dalam masyarakat kita yang tidak disertakan penjelasannya (h. 393). Tidak ada bagian glosarium yang menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam cerita ini. Alur cerita yang kompleks membutuhkan konsentrasi pembaca yang cukup kuat dalam memahami jalannya cerita secara keseluruhan, khususnya dalam memahami makna bilangan fu itu sendiri.

Selain itu juga, ada beberapa artikel yang disertakan dalam cerita novel ini tidak terlalu mendukung alur cerita itu sendiri (h. 270). Artikel-artikel tersebut mengungkapkan hal yang serupa dengan permasalahan yang diungkapkan dalam cerita. Namun, setting latar dan pelakunya sangat berbeda dengan yang sedang diceritakan.

Novel ini cocok untuk dibaca dari kalangan remaja hingga orang dewasa karena permasalahan yang diangkat merupakan suatu permasalahan yang seringkali menjadi pertentangan di kalangan orang muda dan orang tua. Orang muda akan cenderung menyukai hal-hal modern yang bersifat rasional. Sementara itu juga cukup banyak orang dewasa yang masih mempertahankan hal-hal gaib atau mistis yang cenderung berlawanan dengan modernisme itu sendiri. Dalam novel ini penulis mencoba untuk mengkritisi ketiga hal utama yang mempengaruhi kehidupan itu yaitu modernisme, militerisme dan monoteisme dan menyeimbangkan ketiga hal itu agar tidak saling meniadakan satu dengan yang lain.

*****

Permalink 1 Comment